Oleh:
Syifa.M
Sore itu Thania sudah siap untuk menghadiri pesta ulang
tahun sahabat dekatnya, Luna di cafe di Jakarta. Mereka bersahabat sejak SMP,
walau sudah sama-sama kuliah dan memasuki kampus yang berbeda, mereka masih
tetap saling menjaga komunikasi dengan baik.
“Happy Birthday Luna!” ucap Thania sambil memeluk
sahabatnya. “Ah, yaampun beneran di kasih kado. Kirain lu bercanda.” Ucap Luna
sambil menggandenga Thania.
“yeee, gue mah serius kalo ngomong,”
“Ohya, Adnan mau datang loh, gue sengaja mengundang dia
karena dia juga kan yang dulu bantuin gue baikan sama Lutfi.” ucap Luna dan
membuat Thania terdiam. Pikirannya kembali ke masa lalu untuk beberapa saat.
Adnan, seseorang yang pernah meninggalkannya begitu saja tanpa kejelasan sejak
empat bulan yang lalu.
“ehm, Thania, apa kamu baik-baik saja?” Luna menjetikkan
jarinya. “eh, hmm, aku tidak bisa lama-lama di sini, aku harus...” Thania
terhenti, ia kehabisan kata-kata.
“Ow, aku tahu ini pasti karena itu ya, hmm gini-gini,
nanti lu ngobrol aja sama gue sama lutfi juga. Jadi lu gak perlu banyak
berinteraksi sama Adnan. Lagipula dia juga paling bawa pacarnya juga. So, malam
ini tidak akan buruk kan?” Luna tersenyum.
“eh, itu, gue harus ke dokter, gigi gue sakit banget jadi
gabisa makan yang manis-manis juga sebenarnya.” Thania cepat-cepat menambahkan.
“Halo sayang, happy birthday! Gue suka sama warna gaun
yang lu pakai.” Sahut seseorang dari balik Thania. Itu Soraya, pacar barunya
Adnan. Dan benar saja, disamping Soraya sudah ada Adnan. Luna bahkan tidak
menanggapi kalimat terakhir Thania.
“Makasih Soraya sudah menyempatkan datang, Hai Adnan,”
Luna menyikut Thania, “Hai, senang bertemu lagi.” ucap Thania sambil berusaha tersenyum.
Acara pesta ulang tahun Luna berlangsung meriah, dan
Thania masih sibuk dengan teman lamanya yang baru muncul lagi, Leo.
“Hai Thania. Apa kabar?” sahut Adnan tiba-tiba. Membuat
Thania berhenti mengetik pesan untuk Leo.
“Baik.” Dia tersenyum kemudian melanjutkan “sangat baik.”
“besok kita bisa bertemu di tempat biasa, pukul 7 malam?”
sahut Adnan membuat Thania kesal. Tempat biasa? Ini orang gak sadar apa kalau
dia sudah punya pacar. “Maaf, gabisa, banyak tugas kampus.”
“oh, ayolah, ada yang mau gue omongin sama lu.” Adnan
memasang wajah memohon.
“ngomong aja sekarang. Ngapain pake besok segala. Ohya,
tapi jangan lama-lama.”
“hmm, gabisa sekarang.” Adnan menghela nafas.
“ya jelas gabisa lah, kan ada Soraya.” Thania tertawa
kesal. “semoga langgeng ya.” Lanjutnya.
“Thania, sejujurnya, hubungan ini nyaris putus. Makanya,
gue mau ngobrol banget sama lu. Ayolah, besok saja, gue mohon.”
“Wah, gue gak ngerti ngatasin masalah kayak gitu. Cari
orang lain aja.” Thania makin kesal.
“Oh, kamu disini, aku cariin kamu. Dia siapa?” Soraya
muncul dengan senyuman manisnya.
“dia temen aku. Thania ini Soraya. Soraya ini Thania.”
Sahut Adnan dengan suara yang dipelankan.
“Hai, senang bertemu dengan kamu.” Thania langsung mengulurkan
tangannya untuk menjabat tangan cewek itu.
“santai aja, ga perlu manis-manis di depan gue.” sahut
Soraya dengan tiba-tiba membuat Thania kaget.
“apa ada masalah?” sahut Thania santai.
“sayang, ayo kita pulang aja. Aku pusing banget nih.”
Sahut Soraya tanpa memperhatikan Thania dan Adnan masih terdiam kaku, ia
melirik Thania singkat, kemudian mengiyakan kalimat Soraya.
Selepas kepergian Adnan dan Soraya, Thania segera
berpamitan kepada sahabatnya.
“Ah, kamu, jangan buru-buru gitu. Gue antar ya, tadi lu
mau ke mana, oh ya dokter gigi. Tunggu gue ambil kunci mobil dulu, duh tadi gue
naro dompet dimana ya, bentar ya Thania.” Luna tersenyum, lagi-lagi membuat
Thania luluh.
“Makasih banyak ya Luna, gue sebenarnya gak masalah juga
pulang sendiri.” Ucap Thania ketika memasuki mobil Luna.
“sebenarnya gue takut juga pulang sendiri, lu tau kan
belokan di jalan dekat warung itu? itu kan horor banget ada kuntilanaknya. Ih
coba deh lu bayangin gue nyetir sendirian, lutfi juga tadi bur-buru pulang,
coba lu bayangin sahabat lu tercinta ini ketakutan terus nabrak pohon, kayak di
film- film gitu. Lu mau?” Luna mengoceh sepanjang jalan.
“aduh lebay banget sih, gaada hantu di sini. Lu
kebanyakan nonton film.” Sahut Thania mulai gerah.
“belokannya udah sebentar lagi nih, diem lu, gue harus
klakson tiga kali.” Ucap Luna. Ketika dia mulai mengklakson yang ketiga, mobil
Luna mendadak berhenti.
“Luna, jangan bercanda!” sahut Thania.
“gue gak bercanda, ini mati beneran. Aduh, tuhkan gue
bilang apa, lu percaya sama kata-kata gue deh. Aduh serem banget ini.” Luna
panik.
“coba sekali lagi.” sahut Thania. “gabisa, aduh gimana ya
ini.” Luna menangis.
“jangan nangis ih, gue turun deh, gue dorong sini.”
Thania membuka pintu.
“Thania, lu tau lokasi ini apa? Ini belokan yang tadi gue
bilang. Lu yakin Thania, gue gabisa nyelamatin lu kalo ada apa-apa gue pasti
pingsan Thania.” Luna makin nangis.
“tenang Luna, gak ada apa-apa deh percaya sama gue.”
sahut Thania tiba-tiba merinding. Tapi ia terus melancarkan niatnya. Jalanan
begitu sepi dan berkabut. Thania langsung mendorong mobil itu, dan dalam
hitungan detik kembali menyala.
“Udah bisa Thania!”
“Oh Tuhan, Thania di luar tadi ada apa? Makasih banget,
kalo gaada lu gue bisa pingsan.” Luna memeluk Thania. Tangannya sangat dingin.
“gue merinding sih jujur aja. Tapi oke gak apa-apa.”
Dalam lima belas menit, tibalah mereka di klinik dokter
gigi yang dimaksud Thania.
“Lu bisa langsung pulang kok, gak apa-apa nanti gue pesen
ojek online.” Sahut Thania sambil tersenyum pasti.
“gue tungguin lu aja sampai selesai ya. Tadi kan lu udah
dorongin mobil gue.” Luna menyahut dengan cepat.
“gak perlu. Rumah lu masih jauh kan. Gak apa-apa serius
deh.” Thania segera keluar dari mobil.
“Thania, tunggu-tunggu.” Luna mencari sesuatu di tasnya.
“nah, ini buat lu. Itu sebenarnya dari lutfi tapi gue lagi diet. Gue juga udah
punya cemilan sendiri.” Sahutnya sambil memberikan coklat itu pada Thania.
“hahaha, oke makasih ya. Bye.” Sahut Thania.
Ia berjalan dengan cepat memasuki klinik dan mendapati
Dokter Chevry sudah duduk manis di kursinya. Ia tersenyum hangat.
“Tumben kamu datang di malam hari begini. Ada apa
Thania?”
“hehehe iya nih dok, gigi saya kembali sakit.” Thania
menyesal telah berbohong di awal pada Luna bahwa ia akan ke dokter gigi,
alhasil giginya beneran sakit.
Setelah pemeriksaan selesai dan mendapat obat, Thania
segera meninggalkan klinik. Namun, tidak ada driver yang mau menjemputnya. Ia
kembali memasuki ruang tunggu klinik dan duduk di kursi di baris ke tiga. Di
sampingnya ada seorang cowok yang sedang membaca buku. Ia mengenakan masker.
Kembali Thania memesan ojek online, tapi gagal. Lagi-lagi tidak ada yang
menjemputnya. Tiba-tiba ia teringat belum membalas pesan Leo, seketika cowok
yang sedang membaca segera membuka ponselnya. Disaat yang bersamaan, Leo
menelepon Thania.
“Halo.” Thania merasa deg-degan ketika mengangkat telepon
itu.
“Halo.” Sahut cowok yang duduk di samping Thania, dia
membuka maskernya dan tersenyum.
“Ih, kok bisa ada Leo.” Thania merasa terkejut.
Benar-benar terkejut.
“Gue nunggu om gue selesai praktik.”
“Oh, jadi Dokter Chevry itu om lu.”
“yes. Dan ohya rumah lu masih di sana kan?”
“gue udah pindah setahun yang lalu. Lumayan lah dari
sini.” Sahut Thania. Dia masih kaget. Leo benar-benar berbeda. Dia mempesona.
“berarti searah sama gue. pulang bareng aja yuk. Lu juga
daritadi nunggu ojek online kan pasti? Lagi pada demo jadi gaada driver.” Sahut
Leo dengan santai membuat Thania merasa bodoh. Kenapa ia baru tahu kalau ada
demo.
“Oh iya, baru tahu, okedeh kalo gitu. Makasih ya Leo.”
“santai aja.” Leo tersenyum.
“Leonard! Ayooo.” Suara Dokter Chevry menggema dari bilik
klinik. Ia menggantungkan jaketnya di bahunya. “Loh, Thania belum pulang.”
Ucapnya sedikit kaget.
“kita pulang bareng Thania juga om. Dulu pernah sekelas
pas SMP.” Leo menegaskan.
“Oh begitu. Baiklah, lagian om juga numpang mobil kamu.
Jadi terserah yang punya mobil deh.” Sahut Dokter Chevry sambil terkekeh.
“jadi, status kalian masih berteman gitu ya?” seru Dokter
Chevry sambil tertawa, meminum air mineralnya di tengah perjalanan.
“iya om.” Sahut Leo cepat.
“tadi itu kalian janjian ya? Janjian kok di klinik sih.”
Dokter Chevry kembali tertawa.
“kebetulan om. Tadi saya mau pesan ojek online tapi gak
ada drivernya.” Sahut Thania dengan cepat. Tidak ingin bapak tua ini
menduga-duga yang aneh-aneh.
“siapa bilang gak ada driver? Ini ada driver. Bisa di
pesan offline. Om tiap pulang praktik pesen nya offline.” Sahut si dokter
sambil menunjuk Leo yang sudah memberhentikan mobilnya.
“hati-hati om.” Ucap Leo sambil tertawa singkat. “ya,
kalian hati-hati juga. Jangan bercandaan.” Dokter Chevry segera turun.
“Thania,”
“ya.”
“bisa pindah gak duduknya di depan aja? Gue jadi kayak
supir beneran.”
“hahahaha oke. Ngomong-ngomong om lu lucu gitu ya
garing-garing gimana gitu haha.”
“Nah, gitu. Hahaha iya dia emang kepo. Makanya gue diem
aja kalo dia udah bercanda kayak tadi. Sok asik ya.” Sahut Leo sambil
memelankan kecepatan, kemudian melanjutkan “jadi, gimana kampus?”
“hmm, kampus asik. Ketemu dosen-dosen yang asik juga, pas
lah sama jurusan yang gue pilih.” Thania berusaha terdengar ceria. Bagaimanapun
ia harus mengesampingkan cerita soal Adnan.
“gebetan gimana?” sahutnya sambil tertawa.
“hahaha, gak ada sih, gue lagi fokus lulus nih.” Sahut
Thania.
“Yaelah, lulus mah pasti. Lu juga nilai-nilai aman kan.”
Sahut Leo.
“Aman banget, tapi kan mempertahankan itu yang cukup
susah. Lu gimana?” Thania kembali kepo.
“gue juga aman sih nilai-nilai. Gue sekarang ikut dua ukm,
futsal sama basket. So, gitu deh, gebetan gue marah-marah karena gue sibuk jadi
ya, single lebih baik sih.” Sahut Leo sambil tertawa.
“gue cuma ikutan satu ukm dan yeah, cukup menyenangkan.
Kalau ada ukm badminton gue pasti pilih itu juga.” Sahut Thania menyadari bahwa
ia kehilangan olahraga favoritnya di kampus.
“gue juga suka main badminton. Kapan-kapan main yuk.”
Sahut Leo membuat Thania bersemangat.
“wah boleh nih. Sip deh. Eh ya, stop-stop... udah
sampai.” Sahut Thania cepat kemudian melanjutkan “makasih ya, Leo.”
“sama-sama. Ohya, Thania. Besok ke kampus ga? Kampus kita
kan searah tuh. Pulang bareng gimana? Sekalian ada tempat nongkrong baru di
deket kampus lu.” Sahut Leo seketika.
“Oh, iya, iya boleh kok. Tapi kok gue gak tau ya ada
tempat tongkrongan baru deket kampus gue.” Thania tertawa singkat.
“gimana sih lu. Payah banget nih. Kuliah pulang kuliah
pulang.” Sahut Leo.
“iya deh biarin, yang penting gue cepet lulus. Yaudah,
makasih ya. Bye.” Sahut Thania.
Selepas kepergian Leo, ia merasa senang sekaligus kaget.
Hari ini terlalu kontras baginya. Seperti ada skenario yang tak terduga. Andai
saja ia pulang duluan saat Adnan dan Soraya menghadiri pesta ulang tahun Luna,
ia tidak akan bertemu Leo. Dan segenap rangkaian, mobil mogok Luna, cerita kuntilanak,
belokan berhantu, bahkan sakit gigi yang terjadi sungguhan, bahkan ojek online
yang sedang berdemo. Semuanya seperti skenario yang masuk akal hanya untuk
pertemuan singkat yang belum jelas arahnya. Dan satu hal yang membuat Thania
tersenyum kepada dirinya sendiri di cermin adalah: setidaknya ada satu orang
yang baru sebagai pengganti Adnan.
Entah sampai kapan skenario baik ini berlangsung. Leonard
di Bulan Februari memang penyelamat.
***
Komentar
Posting Komentar