“People Come and Go”
Karya: Syifa Maulidina
Malam itu hangatmu menghujam kalbu dalam dingin.
Bagaimana bisa semuanya berantakan, kala hidupmu nyaris sempurna. Seindah purnama. Kamu, lagi-lagi mengurung diri dalam ingatan yang rapuh akan setiap rengkuh masa lalu.
Mereka mengepungmu habis-habisan, mencoba menyelinapi ruang hatimu yang mulai berapi, padahal hatimu lelah, “lagi-lagi masalah” katanya.
Dalam hitungan detik, air matamu mengalir perlahan membasahi wajah, membawa pesan haru yang menderu. “kenapa harus aku yang merasakan ini?” katanya dalam sesak yang menyeruak kemudian berarak menuju pikiranmu.
Hingga seseorang datang, kemudian membangunkanmu dalam kalut yang hampir membiusmu total.
Kamu berbincang, minum kopi, dan kembali tertawa bersamanya.
Meluapkan! Melupakan!
“Aku tidak pernah merasa senang seperti ini.” hatimu kembali merapikan ruang yang pernah berapi.
Begitulah hari-harimu bersamanya. Hingga tidak ada celah sedikitpun akan masa lalu yang rapuh. Terlalu manis.
Hingga tiba di suatu waktu, dia membuatmu bingung. “Padahal kita saling menatap dari jauh, tapi tak ada senyum darimu. Kemudian kamu pergi begitu saja. Kita diam. Padam.” Begitulah hatimu yang mulai terguncang.
Mungkin kamu baru sadar dia lebih nyaman pergi dengan yang lain, sementara kamu adalah bayang semu. Jemu. Tak ketemu!
Saat itu kamu memilih untuk berpaling darinya kemudian tak sengaja menemukan dia—yang—baru. Lagi-lagi hatimu menata ruang—untuk—kesekian kalinya.
Hingga kamu mulai berbisik pada dirimu sendiri “Semoga ini yang terakhir.”
Komentar
Posting Komentar