Halo. Halo. *bangun dari tumpukan masa lalu* hahaha kok jadi baper? Enggak lah yaelah baper terus gak capek apa?
Oke gue ingin menyampaikan pesan tersembunyi di balik tumpukkan masa lalu yang baru aja lewat di benak gue.
.
.
.
.
Tentang kegalauan di saat dia pergi. Dan kegalauan itu terselamatkan oleh kamu. Iya kamu! Terima kasih!
Oke. Teringat masa-masa itu. Masa dimana semuanya terasa ringan. Seperti angin yang berhembus menggelitik dedaunan.
Oke, langsung aja.
***
Setelah melihat dia bersama yang lain di kemudian hari, hatiku hampa. Sialan!
Ditambah lagi dengan tugas-tugas yang untungnya bisa 'membiusku' sesaat. Tapi tetap saja, saat sepi menyerang, dia kembali hadir, tersenyum dalam imajinasi. Basi.
Pagi.siang.sore. kita bertemu. Diam. Padam.
Kembaliku ke kelas dan segalanya membosankan. Tidak ada penyemangat. Ya, sepertinya tidak ada. Aku bosan.
Kenapa kita harus bertemu?!!!!!!
Sial!
Kembali ku besarkan volume Chop Suey . Lagu rock memang cocok untuk saat ini. Ya. Sempurna.
Kembali ku melihat layar ponsel. Oke. Melihat foto kita.
Terlalu kompleks. Terlalu manis. Angan-angan. Dingin.
Tidak ada lagi nada-nada di lorong kelas. Tidak ada lagi. Putus.
Malam, seperti biasa selalu menggoda. Tapi, aku masih resah. Tidak ada bintang. Tidak ada sesuatu yang bisa dilukiskan tentang langit. Terlalu hampa.
Aku kembali meneguk mocca. Masih resah.
Aku mulai mengayunkan pena. Gagal. Hampa. Tidak ada inspirasi.
Kembali ku membuka ponsel dan mencoba mencari-cari seseorang. Seseorang yang bisa menggantikanmu.
Tidak ada...kecuali... hmm tunggu sebentar... Kamu. Nah!
Kamu. Ya. Kamu. Kamu di seberang sana! Oh yaampun kemana saja aku? Bodoh! Selama ini masih ada kamu: penyemangat.
Dan aku benar-benar merindukanmu.
Dan kamu selalu ada. Di setiap detik.
Dan aku gak sadar.
Oke. Aku salah.
Kembali teringat, malam itu kita mengomentari keadaan negara dan berbagai keragaman yang ada.
Kamu optimis dan aku jadi setuju.
"Makanya optimis dulu dong," katanya.
"Iya optimis. Tapi kalau..." dia memberi isyarat kepadaku untuk diam.
"Pasti kamu mau bilang, tapi kalau cuma satu orang yang optimis mana bisa? Gitu kan? Hahaha."
Seketika aku terkekeh sambil menganggukan kepala.
"Ayo semangat!" Katanya lagi.
"Iya." Sahutku.
"Iya apanya?" Katanya.
"Iya semangat." Kataku.
"Siapa yang semangat?" Lanjutnya dan aku kesal.
"Yaudah. Aku." Kataku pada akhirnya.
"Gausah pake kata yaudah." Dia tertawa singkat kemudian menggandeng lenganku. Kita berjalan keluar dari kedai kopi dan melanjutkan malam ini. Masih ada film horor yang menanti di detik-detik berikutnya.
Ya. Seperti itu, berawal dari biasa. Menjadi terbiasa.
Beberapa hari berikutnya kamu benar-benar mengalihkanku. Oke. Dan aku berhasil move on. Dan karena kamu aku menulis (lagi).
***
Ketika lo ngerasa dia cuma satu-satunya cowok yang membuat lo terpesona. Kemudian dia pergi gitu aja. Sadar deh masih ada yang lain di luar sana. Semangattt kaliann!!!
Komentar
Posting Komentar