Tiga Pesan Rahasia

24/2/2016. 12.00 AM.
*re-published*

Siang ini, gue berniat untuk mengunjungi rumah seorang teman perempuan sewaktu di sekolah dasar. Sebut saja Lolita. Menurut kabar yang gue terima, papanya meninggal dunia. 
Jujur aja, gue emang gak terlalu dekat sama dia. Setelah kita lulus SD, kita benar-benar pisah. Mungkin sesekali bertemu di jalan. 
Entah kenapa, karena mungkin faktor jenuh kelamaan libur di rumah, gue langsung mau banget ke rumahnya si Lolita.
Gue juga udah nanya-nanya alamatnya lewat temen gue yang lain, yang ternyata juga sahabatnya Lolita. Jujur aja, gue orangnya suka gak sabaran nunggu pesan yang gak di 'read'.
Akhirnya, gue ngirim pesan ke seorang teman cowok yang juga pernah satu SD sama gue. Sebut aja Alvin.  Alvin emang sering ketemu gue di jalan. Rumah kita juga searah.
Dengan cepat, Alvin membalas pesan gue dan entah kenapa tiba-tiba dia ngajak gue buat berangkat bareng ke rumah Lolita. woooohooooo!
seneng? pasti! itu tandanya, gue gabakal canggung ketika ketemu si Lolita. Maklum, kita udah jarang banget ketemu. klasik memang. Begitulah realitanya.

Gue bilang sama Alvin, kalo kita ketemuan di depan gang rumah gue aja. (gue gamau dia ribet).

Tepat pukul 12:30 WIB, Alvin dateng.
"udah lama ya?" katanya santai sambil buka helmnya.
"engga kok, yaudah yuk." sahut gue yang emang gak sabar buat ketemu Lolita.

Kira-kira begini ceritanya.......

.
.
.
Sesampainya di rumah Lolita, gue dan Alvin di sambut oleh mamanya. wajah mamanya begitu lelah dan sepertinya sudah sering menangis.

Gak lama, Lolita keluar dari kamarnya. wajah Lolita gak terlalu terlihat lelah. Dia benar-benar tersenyum ketika melihat gue dan Alvin.

"Halo," katanya ramah.

Gue memeluknya singkat, diikuti dengan jabatan tangan Alvin kepada Lolita.
Kami bertiga duduk di beranda rumahnya yang begitu nyaman.

"apa kabar, syif?" katanya sambil tersenyum. Lagi-lagi mata sipitnya ikut tersenyum.

"Baik." Gue mengangguk pasti berusaha menarik senyuman gue sebisa mungkin, sementara di otak ini berputar-putar kalimat 'what a strong girl!'

"masih naik gunung, Al?" Lolita menatap Alvin ceria.

"m...masih. Bulan depan mau naik lagi." Alvin mengangguk pasti.

"gimana novel lu, syif?" tiba-tiba Lolita mengernyit.

"oh, waktu itu sempat di tolak. sekarang lagi mau ngajuin lagi," gue berusaha tersenyum riang. lagi-lagi hati ini merasa kikuk. Sejauh ini, gue dan Lolita tidak begitu dekat. bahkan dia mau repot-repot menanyakan naskah gue! 

Gue gak ngerti lagi betapa, apa jadinya ketika gue gak dateng ke rumah Lolita? 

"hmm...dia pergi hari selasa kemarin." ucap Lolita lirih, membuka percakapan.

Gue dan Alvin sangat siap mendengarkan ceritanya.  
kira-kira begini.

"dari hari senin, sekitar pukul lima, dia sudah memberi isyarat ke gue mama dan adik kalau dia sudah capek. Dia juga ingin kami baik-baik saja kalau dia pergi. Sebelum itu juga dia suka meminta gue buat beli makanan-makanan favoritnya. Hari selasa, tekanan darahnya turun drastis. Badannya dingin, gue kira dia cuma kedinginan. gak lama, dia bilang mau ke toilet, terus gue bantu buat diri tapi dia bilang gak bisa. mama juga udah bantuin buat ngangkat papa. tetap aja papa bilang gak bisa."

Lolita terhenti seketika. Matanya berkaca-kaca. Gue menganggukan kepala, tanda gue gak memaksa dia buat ngelanjutin kisahnya. toh, gue berusaha mengerti keadaannya.

"Tiba-tiba, kondisi tubuhnya baik lagi. Dia minta gue buat beli bubur. Gue keluar sambil nyalain motor dan ngebut gitu aja. sekitar jam 10, gue sampe rumah dan naro bubur itu di meja, papa udah di kamar terbaring lemas, di sampingnya ada mama. Tiba-tiba nafasnya sesak dan memburu. gak lama, dia gak sadar. Gue panik dan langsung ke rumah tetangga gue buat minta tolong. entah saat itu hp yang sering gue pegang tiap hari, enggak kepikiran naro-nya dimana. gue panik. Tetangga gue dan tante gue dateng buat ngecek keadaan papa. nadinya masih berdenyut. gue yakin papa masih ada. papa masih ada! itu doang yang ada di pikiran gue." Lolita menyeka air matanya.

"papa langsung di bawa ke rumah sakit P. sesampainya di sana gue marah-marah sama perawat yang emang lama banget nanganin papa. perawat itu balik marah sama gue. gue gak peduli apa kata orang-orang yang denger amarah gue sama perawat itu. gue cuma mau papa tetap hidup. ketika dokter udah memasang alat di tubuh papa dan alat itu menunjukkan garis lurus, gue sadar gue udah kehilangan papa."

Lolita gak menangis lagi. Dia menyeka air mata terakhirnya dan tersenyum ke arah gue dan Alvin.
Gue menepuk bahu Lolita. gue benar-benar kehabisan kata-kata. 

"dia udah tenang di surga." gue berusaha senyum pada akhirnya.

"lo kuat!" gumam Alvin seraya tersenyum.

setelah beberapa detik kita bertiga berdiam-diaman. Lagi-lagi Lolita memulai percakapan baru. 

Kali ini dia menceritakan bagaimana pengalaman dia naik gunung. Alvin mulai semangat lagi dan kembali meramaikan suasana. Alvin itu orangnya humoris sejak SD. 
Lolita juga bercerita bagaimana kakinya sempat tersangkut di lumpur hidup.

Mereka berdua menceritakan ke gue panjang lebar tentang perjalanan mereka bahkan hal-hal mistis yang terjadi sekalipun. 

Setelah puas bercerita sambil makan eskrim (yang dibeli adiknya Lolita karna disuruh Lolita) kita bertiga menunggu teman-teman SD yang lain yang kabarnya sudah di jalan menuju rumah Lolita.

Ketika semua sudah berkumpul, kita malah bercanda dan pada akhirnya gue di bully. entah kenapa gue jadi sasaran. mungkin karna gue ga pernah ngumpul bareng mereka. 
gue terima aja karna itu emang takdir.

Ditambah lagi ada satu cowok yang emang teman sebangku gue dulu. gue lupa kita duduk bareng di kelas berapa. dia tiba-tiba jadi baper sama gue. gue bingung asli. 

Akhirnya, kita foto bareng berdua. dia juga tiba-tiba bilang "gue jadiin ava line ya," 
gue cuma bilang
"iya." semata-mata gue cuma pengen nyenengin dia doang. 

gak lama, Sekitar pukul lima lewat lima  belas menit, Alvin ngajak gue pulang. Gue pamit sama mamanya Lolita dan sama Lolita juga.

Alvin tiba-tiba sibuk sama ponselnya yang mati ketika dia mau nyalain motor. Dia minta pulsa gue buat nelpon seseorang (gebetannya mungkin).

Tapi teleponnya gak di angkat-angkat. berulang kali Alvin menekan tombol 'call' di ponsel gue. 

"SMS aja," kata gue yakin.
Alvin langsung mengirim sms dan mengembalikan ponsel gue "selama kita di jalan terus telepon dia ya," katanya sambil mengangguk pasti ke arah gue.
"oke,"

Sepanjang jalan gue telepon nomor itu. nihil. 
"ini udah ke enam kalinya." kata gue ketika gue bersiap menekan tombol 'call' yang ke-tujuh!

"biasanya dia ketiduran dan sampe dua puluh kali baru di angkat." Alvin menyahut.

"Whatttttt! serius? udah sering begini?" gue kaget banget.

"iya, udah sering." 

"kenapa gak lu bilangin? biar dia berubah gitu,"

"biar dia sadar sendiri aja,"

"btw, lu suka kan sama dia? kenapa gak lu tembak aja? keburu di ambil orang lain." kata gue yakin.

"engg... gatau. dia gak suka kali sama gue."

"lah, mending lu ngomong langsung. daripada gantung gini." gue sok bijak.

Sesampainya gue di gang rumah gue, gue langsung berterima kasih banyak sama Alvin. Dia pamit mau buru-buru jemput si doi.

Sambil jalan menuju rumah, Gue ngeliat sodara gue yang lagi duduk sama ayahnya di teras. Gue mampir aja dulu dan salaman. sodara gue yang masih kecil itu, (sebut aja Raras) masang muka cemberut ke gue. tumben, dalam hati gue. biasanya dia paling rame kalo gue dateng.

"sama kakak syifa dulu, ya. ayah mau mandi." kata ayahnya pelan. 

Raras masih cemberut sambil memberi isyarat 'tidak' dengan menggelengkan kepalanya.

gue langsung pangku si raras dan tiba-tiba dia membuka topik tentang laba-laba yang gelantungan di pohon. Langsung aja gue manfaatin kesempatan ini. Gue keluarin semua imajinasi gue.

"laba-labanya pasti kesel ngeliat kamu cemberut. lihat aja tuh, dia ngumpet."

"hmm, tapi itu di atas dia masih ada lagi." kata Raras sambil tersenyum riang kali ini. ditambah dengan adegan laba-laba yang terjun bebas seolah beratraksi di antara dedaunan.

"yey dia gak ngumpet." lanjutnya sambil tertawa nyaring. seperti biasa. dia selalu ceria. 

gue baru inget, mungkin yang jadi faktor raras cemberut karena ditinggal bunda-nya umroh. oke fix gue bakal mengalihkan topik sama Raras.

"ehya, waktu itu pas Raras nginep sama ayah, main sama siapa aja?" gue berusaha memecah lamunannya.

"sama kak Rina." katanya lagi-lagi tak bersemangat.

"pasti seru ya main di lapangan, lari-larian, atau main masak-masakan juga?" kata gue berusaha terdengar semangat.

"iya, aku main masak-masakan. aku jadi mama-nya." sahut Raras menatap lurus ke depan.

"wahhh, kamu jadi mamanya. bukan kak Rina?" tanya gue.

"Dia gak bisa jadi mama," 

"emang gimana cara jadi mama?" sahut gue penasaran dengan percakapan ini.

"cara jadi mama itu, aku nyiapin makan, minum. terus nyuruh bobo. abis itu, nyuruh sekolah." sahutnya mantap.

"wahh! hebat. ohya kalo di sekolah kamu suka-nya sama bu guru siapa?" 

"aku suka sama bu kiki. Karena dia cantik dan baik." katanya singkat.

Tak lama kemudian, kakaknya Raras datang sambil membawa jajanan. Perhatian Raras sudah teralihkan dari gue. 

Segeralah gue pamit pulang sama om gue yang baru aja selesai mandi. juga gue pamitan sama kakaknya Raras yang juga kayak adik gue sendiri (walaupun gue gapunya adik kandung). 


Dari pengalaman seharian yang gue rasain. Gue merasa bahwa gue bangga pernah ketemu perempuan hebat, tegar dan tabah seperti Lolita dalam menghadapi apapun itu. Bahkan kematian sekalipun.

Gue juga bangga punya temen kayak Alvin yang selalu humoris bahkan gue gak nyangka dia punya sisi yang berbeda dari biasanya ketika dia sedang suka sama seseorang.

Gue juga mau pesen sama kalian, cewek-cewek khususnya, 'jadilah pengertian ke orang yang udah ngerelain waktunya buat kalian. Kalau kalian risih sama hubungan kalian mending di omongin. jujur itu memang menyakitkan tapi justru mempersingkat rasa sakit hati kalian.' 

Gue juga salut sama Raras yang berani di tinggal bunda-nya pergi umroh. Walaupun dia masih lima tahun dan belum banyak pengalaman, tapi dia sudah berusaha menghadirkan sosok 'bunda' dalam dirinya.

Semoga, wanita cantik di luar sana, juga memiliki hati yang cantik seperti ibu guru-nya Raras.


Sekian coretan abu-abu ini,
Selamat malam,
selamat tidur :)





Komentar